Sabtu, 09 Oktober 2010

Mengintip pabrik tahu tempe Ibu Sabiah

Inilah menurut saya tahu dan tempe paling enak di Gorontalo. Rasanya gurih dan lezat. Cocok buat teman makan sambal lalapan.

Bu Sabiah yang keturunan jawa transmigran Paguyaman telah memulai usahanya sejak tahun 1994. Bermodalkan dua loyang dan mesin penggiling, tempe produksinya yang sehari menghabiskan 30kg kedelai sukses di pasarkan di Pasar Sentral Limboto, Shoping Center Limboto dan Pasar Kampung Jawa.

Siang itu, sekitar pukul 11.00 saya sengaja berkunjung ke pabrik tempenya. Ketika sampai di muka rumah, bu Sabiah langsung menyambut saya dengan hangat. Tanpa banyak ba bi bu, dia mengantarkan saya melihat-lihat pabrik tempenya yang berada di jalan mayor dullah limboto, tak begitu jauh dari sekolah NU, persis di pinggir kali.

Dan sebentar saja aroma harum langsung tercium. Ya, wangi rebusan kedelai.
Sayang sekali, kali ini saya hanya berkesempatan melihat pengolahan tahu. Tempe baru di produksi menjelang malam.

Lima pegawai bu Sabiah yang semuanya laki-laki sedang sibuk mengolah kedelai menjadi tahu, ditemani siaran radio lokal tentunya. Semuanya mempunyai tugas khusus. Sebagian merebus kedelai pada loyang, ada juga yang menyaring rebusan kedelai, yang lain tampaknya sedang memotong-motong tahu yang sudah jadi. Hanya sebentar mereka kaget dengan keberadaan saya, setelah itu mereka sudah terbiasa dengan rasa penasaran yang membuat kaki saya mondar-mandir sambil mengambil gambar.

Setelah puas melihat-lihat, saya berbincang-bincang sejenak dengan bu sabiah. Ya, apalagi kalau bukan menanyakan proses pembuatan tahu. Dan bu sabiah pun menjelaskan dengan suka hati.
Dan di bawah ini adalah foto-foto proses pengolahan tahu beserta keterangannya:


1. Pertama kedelai dikupas kulitnya terlebih dahulu










2. Kedelai yang telah dikupas digiling di mesin penggiling









3. Kedelai yang telah di giling kemudian direbus dalam loyang












4. kemudian kedelai yang telah di rebus tadi dimasukkan ke dalam saringan







5. Setelah itu diaduk-aduk










6. Adonan tahu telah padat








7.Kemudian ditiriskan dalam wadah









8. Setelah itu diratakan dan di bungkus









8. Nah, setelah dipotong-potong siap dijual








Hmmm akhirnya saya pamit pulang dengan membawa oleh-oleh enam bungkus tempe yang masih berupa kedelai. Ia bilang besok akan jadi tempe. Wah saya senang sekali karena bisa mengamati berkembangnya jamur tempe di rumah. Selain itu saya juga membawa tahu, lumayan buat bahan baku makan malam.

Jumat, 08 Oktober 2010

Perbedaan pemilihan kata dalam penggunaan Bahasa Indonesia masyarakat Gorontalo

Walau bukan ahli bahasa, dalam posting kali ini, saya akan mencoba membuat analisis kecil-kecilan terhadap penggunaan bahasa Indonesia pada masyarakat Gorontalo. Hampir kurang lebih tiga tahun tinggal di Gorontalo, membuat saya tertarik untuk menulis hal tersebut

a. Pemilihan kata
Dalam Bahasa Indonesia terdapat banyak kata-kata yang artinya kurang lebih sama. Misal berbaring sama dengan rebah, berjalan sama dengan melangkah.
Tanpa undang-undang yang baku, dalam keseharian tanpa sadar kita telah memilih kata-kata tertentu untuk kalimat tertentu. Dan akan sangat janggal atau bisa juga terdengar lucu jika kata yang biasa kita gunakan diganti dengan kata lain yang artinya mirip tapi jarang digunakan.

Agaknya perbedaan jarak antara Indonesia barat dengan Indonesia tengah sedikit banyak telah menyebabkan perbedaan pemilihan kata yang saya maksudkan.

Sebagai contoh, kata parut dan cukur. Kedua kata ini memiliki arti kurang lebih sama. Tetapi masyarakat Indonesia bagian barat cenderung memilih kata parut untuk kelapa giling. Sedangkan masyarakat Gorontalo cenderung memilih kata cukur untuk kelapa giling.

Contoh kalimat untuk masing-masing kata tersebut; untuk masyarakat indonesia bagian barat adalah: " Ibu membeli kelapa parut". Sedangkan masyarakat Gorontalo akan berkata: " Ibu membeli kelapa cukur".

Bagi masyarakat Indonesia bagian barat tentunya sangat aneh bahkan terdengar lucu jika mengatakan kelapa giling sebagai kelapa cukur. Tetapi tidak halnya dengan masyarakat Gorontalo.

Kata lain yang hendak saya ambilkan contoh adalah kata bagus dan gagah. Untuk masyarakat Indonesia bagian barat akan memilih kata bagus untuk baju. Contoh kalimat: " Baju itu bagus". Sedangkan masyarakat Gorontalo akan mengatakan: " Baju itu gagah". Kedua kata tersebut sama-sama bertujuan menunjukkan keelokan. Tetapi rasanya akan terdengar janggal untuk masyarakat Indonesia bagian barat jika mengatakan gagah untuk baju. karena kata gagah lebih dikhususkan untuk menunjukkan sifat laki-laki yang jantan, bukan untuk barang.

b. Penambahan kata
Pada masyarakat Gorontalo, hampir semua kalimat berita ditambahkan kata ada di depannya. Contoh kalimat: " Ibu ada sholat", "dia ada bermain.

Contoh lain, untuk contoh kata yang digabungkan dengan kata ganti orang ketiga: " mobilnya", sedangkan masyarakat sulawesi utara akan mengatakan "dia punya mobil"atau biasa disingkat dp mobil. Jadi kalau dikatakan "mobil siapa itu?", masyarakat indonesia bagian barat akan mengatkan "mobilnya" sedangkan masyarakat sulawesi utara akan mengatakan "dp mobil".

sekian dulu posting kali ini, lain waktu mudah2n bisa ditambah lagi contoh lainnya...

Selasa, 05 Oktober 2010

Hi Biker, anda bukan bupati apalagi gubernur...


Hi biker....anda bukan bupati apalagi gubernur.....dan kenyataannya kita sama-sama pengguna jalan yang tak perlu membentangkan kaki, membusungkan dada. Karena jalan ini bukan jalan nenek moyang kita...

Berulang lagi kekesalan saya ketika berpas-pasan dengan anak klub motor. Bukan saya tidak suka dengan keberadaan mereka. Masing-masing kita punya hak untuk mengekspresikan diri. Tapi yang perlu di ingat adalah jangan sampai mengabaikan hak orang lain.

Buat anak klub motor, bae-bae di jalan. Hormati pengguna jalan lain..

Bentor Opa bermasalah


Cerita ini adalah cerita tiga hari yang lalu. Ketika sepasang mata laki-laki berseragam cokelat melihat ke arahku. Entah apa, aku tak merasa salah. Dan saat mengeluarkan selembar uang untuk membayar bentor, kulihat dia turun dari atas motor. Ternyata sedari tadi mengikuti dari belakang.

Sambil melirik ke belakang, aku tetap berjalan menuju rumah. Dan benar saja dugaanku, dia menghampiri si opa pemilik bentor yang baru saja kunaiki. Dari kejauhan aku berusaha memahami alur situasi yang terjadi. Dengan lantang pak polisi meminta SIM.

Ah, rasa bersalah menggelayut di pikiranku. Kenapa tadi aku naik bentor bermasalah tersebut. Ini mungkin ketiga kalinya aku naik bentor tak layak jalan itu. Mesinnya meraung-raung, lari tak bisa. Dan parahnya aku tak tahu kalau bentor tersebut tak memiliki lampu sen. pantas saja pak polisi lalu lintas melihat ke arahku waktu menyebrang ke arah jalan Piere Tendean.

Dan sekarang pak polisi seperti urat-uratnya timbul. bagaimana tidak, si opa tidak kooperatif. Pura-pura tidak mengerti apa yang ditanyakan pak polisi, dan hampir saja kabur kalau pak polisi tidak segera mengambil kunci motornya.

Dan tak perlu banyak waktu, masyarakat sekitar pun berkumpul menonton. Segera saja pak polisi menjelaskan kepada masyarakat, bahwa bentor seperti ini dapat membahayakan keselamatan pengemudi dan penumpang. "Bukan pak polisi melarang membawa bentor", tegasnya.

Sebagian warga membantu pak polisi, mencoba berkomunikasi dengan bahasa Gorontalo. Tapi hasilnya, tetap saja dia pura-pura tak mengerti dan meminta kunci motornya dikembalikan. Akhirnya pak polisi meminta warga untuk memanggil keluarga opa. Selanjutnya aku tak tahu lagi nasib opa malang tersebut. Hari yang aneh bagiku, tapi satu yang aku suka. Ini tak ada kaitannya dengan uang. Salut buat polisi lalu lintas limboto.