Pemulanya tentu warung yang sangat kondang menjajakan makanan sehari-hari, warung tegal alias warteg. Bersaing dengan restoran, cafe, ataupun rumah makan tak menjadikan grogi untuk tetap eksis dan tetap di cari untuk penghilang rasa lapar.
Tahun 1995, tak banyak rasanya pengguna internet. Hanya kalangan terbatas. Tahun 2000 agaknya mulai banyak pengguna internet dan warnetpun bermunculan. Pada awal kedatangan saya ke Gorontalo tahun 2008, saya yang bertempat tinggal di Limboto harus pergi ke kota Gorontalo yang memakan waktu sekitar 20 menit. Itupun hanya bilangan jari, sehingga saya harus pulang kecewa jika warnet penuh.
Tahun 2009 mulailah bermunculan warnet-warnet, bahkan menjamur dengan tarif boleh diadu.
Agaknya pengusaha warnet harus belajar dari buku sejarah wartel. Tahun 1998, masyarakat antri panjang di wartel untuk sekedar nelpon. Setelah itu di hajar habis-habisan dengan hadirnya handphone murah bak kacang goreng. Pemilik warnet pun mungkin sudah membayangkan datangnya zaman laptop murah bak kacang goreng.
Seiring dengan murahnya laptop dan paket modem, selain adanya hotspot gratis mulailah satu persatu saya perhatikan warnet yang beroprasi di Limboto tutup dan banting stir ke usaha lain semacam toko alat tulis maupun salon. Tapi masih ada yang tetap eksis juga.
Dahulu handphone adalah barang mewah. Hanya orang-orang berduit yang memakainya. Zaman sekarang handphone bukan barang mewah, tukang sayur pun pakai handphone. Siapa yang berani menunggu zamannya laptop dipakai tukang jamu dan tukang sayur??.
Jadi siapa kira-kira pemenangnya???wartel, warnet, ataukah warteg?????
Selasa, 09 November 2010
Sabtu, 09 Oktober 2010
Mengintip pabrik tahu tempe Ibu Sabiah
Inilah menurut saya tahu dan tempe paling enak di Gorontalo. Rasanya gurih dan lezat. Cocok buat teman makan sambal lalapan.
Bu Sabiah yang keturunan jawa transmigran Paguyaman telah memulai usahanya sejak tahun 1994. Bermodalkan dua loyang dan mesin penggiling, tempe produksinya yang sehari menghabiskan 30kg kedelai sukses di pasarkan di Pasar Sentral Limboto, Shoping Center Limboto dan Pasar Kampung Jawa.
Siang itu, sekitar pukul 11.00 saya sengaja berkunjung ke pabrik tempenya. Ketika sampai di muka rumah, bu Sabiah langsung menyambut saya dengan hangat. Tanpa banyak ba bi bu, dia mengantarkan saya melihat-lihat pabrik tempenya yang berada di jalan mayor dullah limboto, tak begitu jauh dari sekolah NU, persis di pinggir kali.
Dan sebentar saja aroma harum langsung tercium. Ya, wangi rebusan kedelai.
Sayang sekali, kali ini saya hanya berkesempatan melihat pengolahan tahu. Tempe baru di produksi menjelang malam.
Lima pegawai bu Sabiah yang semuanya laki-laki sedang sibuk mengolah kedelai menjadi tahu, ditemani siaran radio lokal tentunya. Semuanya mempunyai tugas khusus. Sebagian merebus kedelai pada loyang, ada juga yang menyaring rebusan kedelai, yang lain tampaknya sedang memotong-motong tahu yang sudah jadi. Hanya sebentar mereka kaget dengan keberadaan saya, setelah itu mereka sudah terbiasa dengan rasa penasaran yang membuat kaki saya mondar-mandir sambil mengambil gambar.
Setelah puas melihat-lihat, saya berbincang-bincang sejenak dengan bu sabiah. Ya, apalagi kalau bukan menanyakan proses pembuatan tahu. Dan bu sabiah pun menjelaskan dengan suka hati.
Dan di bawah ini adalah foto-foto proses pengolahan tahu beserta keterangannya:

1. Pertama kedelai dikupas kulitnya terlebih dahulu

2. Kedelai yang telah dikupas digiling di mesin penggiling
3. Kedelai yang telah di giling kemudian direbus dalam loyang
4. kemudian kedelai yang telah di rebus tadi
dimasukkan ke dalam saringan
7.
Kemudian ditiriskan dalam wadah
8.
Setelah itu diratakan dan di bungkus
8. Nah, setelah dipotong-potong siap dijual
Hmmm akhirnya saya pamit pulang dengan membawa oleh-oleh enam bungkus tempe yang masih berupa kedelai. Ia bilang besok akan jadi tempe. Wah saya senang sekali karena bisa mengamati berkembangnya jamur tempe di rumah. Selain itu saya juga membawa tahu, lumayan buat bahan baku makan malam.
Bu Sabiah yang keturunan jawa transmigran Paguyaman telah memulai usahanya sejak tahun 1994. Bermodalkan dua loyang dan mesin penggiling, tempe produksinya yang sehari menghabiskan 30kg kedelai sukses di pasarkan di Pasar Sentral Limboto, Shoping Center Limboto dan Pasar Kampung Jawa.
Siang itu, sekitar pukul 11.00 saya sengaja berkunjung ke pabrik tempenya. Ketika sampai di muka rumah, bu Sabiah langsung menyambut saya dengan hangat. Tanpa banyak ba bi bu, dia mengantarkan saya melihat-lihat pabrik tempenya yang berada di jalan mayor dullah limboto, tak begitu jauh dari sekolah NU, persis di pinggir kali.
Dan sebentar saja aroma harum langsung tercium. Ya, wangi rebusan kedelai.
Sayang sekali, kali ini saya hanya berkesempatan melihat pengolahan tahu. Tempe baru di produksi menjelang malam.
Lima pegawai bu Sabiah yang semuanya laki-laki sedang sibuk mengolah kedelai menjadi tahu, ditemani siaran radio lokal tentunya. Semuanya mempunyai tugas khusus. Sebagian merebus kedelai pada loyang, ada juga yang menyaring rebusan kedelai, yang lain tampaknya sedang memotong-motong tahu yang sudah jadi. Hanya sebentar mereka kaget dengan keberadaan saya, setelah itu mereka sudah terbiasa dengan rasa penasaran yang membuat kaki saya mondar-mandir sambil mengambil gambar.
Setelah puas melihat-lihat, saya berbincang-bincang sejenak dengan bu sabiah. Ya, apalagi kalau bukan menanyakan proses pembuatan tahu. Dan bu sabiah pun menjelaskan dengan suka hati.
Dan di bawah ini adalah foto-foto proses pengolahan tahu beserta keterangannya:

1. Pertama kedelai dikupas kulitnya terlebih dahulu

2. Kedelai yang telah dikupas digiling di mesin penggiling

4. kemudian kedelai yang telah di rebus tadi

7.

8.

8. Nah, setelah dipotong-potong siap dijual

Hmmm akhirnya saya pamit pulang dengan membawa oleh-oleh enam bungkus tempe yang masih berupa kedelai. Ia bilang besok akan jadi tempe. Wah saya senang sekali karena bisa mengamati berkembangnya jamur tempe di rumah. Selain itu saya juga membawa tahu, lumayan buat bahan baku makan malam.
Jumat, 08 Oktober 2010
Perbedaan pemilihan kata dalam penggunaan Bahasa Indonesia masyarakat Gorontalo
Walau bukan ahli bahasa, dalam posting kali ini, saya akan mencoba membuat analisis kecil-kecilan terhadap penggunaan bahasa Indonesia pada masyarakat Gorontalo. Hampir kurang lebih tiga tahun tinggal di Gorontalo, membuat saya tertarik untuk menulis hal tersebut
a. Pemilihan kata
Dalam Bahasa Indonesia terdapat banyak kata-kata yang artinya kurang lebih sama. Misal berbaring sama dengan rebah, berjalan sama dengan melangkah.
Tanpa undang-undang yang baku, dalam keseharian tanpa sadar kita telah memilih kata-kata tertentu untuk kalimat tertentu. Dan akan sangat janggal atau bisa juga terdengar lucu jika kata yang biasa kita gunakan diganti dengan kata lain yang artinya mirip tapi jarang digunakan.
Agaknya perbedaan jarak antara Indonesia barat dengan Indonesia tengah sedikit banyak telah menyebabkan perbedaan pemilihan kata yang saya maksudkan.
Sebagai contoh, kata parut dan cukur. Kedua kata ini memiliki arti kurang lebih sama. Tetapi masyarakat Indonesia bagian barat cenderung memilih kata parut untuk kelapa giling. Sedangkan masyarakat Gorontalo cenderung memilih kata cukur untuk kelapa giling.
Contoh kalimat untuk masing-masing kata tersebut; untuk masyarakat indonesia bagian barat adalah: " Ibu membeli kelapa parut". Sedangkan masyarakat Gorontalo akan berkata: " Ibu membeli kelapa cukur".
Bagi masyarakat Indonesia bagian barat tentunya sangat aneh bahkan terdengar lucu jika mengatakan kelapa giling sebagai kelapa cukur. Tetapi tidak halnya dengan masyarakat Gorontalo.
Kata lain yang hendak saya ambilkan contoh adalah kata bagus dan gagah. Untuk masyarakat Indonesia bagian barat akan memilih kata bagus untuk baju. Contoh kalimat: " Baju itu bagus". Sedangkan masyarakat Gorontalo akan mengatakan: " Baju itu gagah". Kedua kata tersebut sama-sama bertujuan menunjukkan keelokan. Tetapi rasanya akan terdengar janggal untuk masyarakat Indonesia bagian barat jika mengatakan gagah untuk baju. karena kata gagah lebih dikhususkan untuk menunjukkan sifat laki-laki yang jantan, bukan untuk barang.
b. Penambahan kata
Pada masyarakat Gorontalo, hampir semua kalimat berita ditambahkan kata ada di depannya. Contoh kalimat: " Ibu ada sholat", "dia ada bermain.
Contoh lain, untuk contoh kata yang digabungkan dengan kata ganti orang ketiga: " mobilnya", sedangkan masyarakat sulawesi utara akan mengatakan "dia punya mobil"atau biasa disingkat dp mobil. Jadi kalau dikatakan "mobil siapa itu?", masyarakat indonesia bagian barat akan mengatkan "mobilnya" sedangkan masyarakat sulawesi utara akan mengatakan "dp mobil".
sekian dulu posting kali ini, lain waktu mudah2n bisa ditambah lagi contoh lainnya...
a. Pemilihan kata
Dalam Bahasa Indonesia terdapat banyak kata-kata yang artinya kurang lebih sama. Misal berbaring sama dengan rebah, berjalan sama dengan melangkah.
Tanpa undang-undang yang baku, dalam keseharian tanpa sadar kita telah memilih kata-kata tertentu untuk kalimat tertentu. Dan akan sangat janggal atau bisa juga terdengar lucu jika kata yang biasa kita gunakan diganti dengan kata lain yang artinya mirip tapi jarang digunakan.
Agaknya perbedaan jarak antara Indonesia barat dengan Indonesia tengah sedikit banyak telah menyebabkan perbedaan pemilihan kata yang saya maksudkan.
Sebagai contoh, kata parut dan cukur. Kedua kata ini memiliki arti kurang lebih sama. Tetapi masyarakat Indonesia bagian barat cenderung memilih kata parut untuk kelapa giling. Sedangkan masyarakat Gorontalo cenderung memilih kata cukur untuk kelapa giling.
Contoh kalimat untuk masing-masing kata tersebut; untuk masyarakat indonesia bagian barat adalah: " Ibu membeli kelapa parut". Sedangkan masyarakat Gorontalo akan berkata: " Ibu membeli kelapa cukur".
Bagi masyarakat Indonesia bagian barat tentunya sangat aneh bahkan terdengar lucu jika mengatakan kelapa giling sebagai kelapa cukur. Tetapi tidak halnya dengan masyarakat Gorontalo.
Kata lain yang hendak saya ambilkan contoh adalah kata bagus dan gagah. Untuk masyarakat Indonesia bagian barat akan memilih kata bagus untuk baju. Contoh kalimat: " Baju itu bagus". Sedangkan masyarakat Gorontalo akan mengatakan: " Baju itu gagah". Kedua kata tersebut sama-sama bertujuan menunjukkan keelokan. Tetapi rasanya akan terdengar janggal untuk masyarakat Indonesia bagian barat jika mengatakan gagah untuk baju. karena kata gagah lebih dikhususkan untuk menunjukkan sifat laki-laki yang jantan, bukan untuk barang.
b. Penambahan kata
Pada masyarakat Gorontalo, hampir semua kalimat berita ditambahkan kata ada di depannya. Contoh kalimat: " Ibu ada sholat", "dia ada bermain.
Contoh lain, untuk contoh kata yang digabungkan dengan kata ganti orang ketiga: " mobilnya", sedangkan masyarakat sulawesi utara akan mengatakan "dia punya mobil"atau biasa disingkat dp mobil. Jadi kalau dikatakan "mobil siapa itu?", masyarakat indonesia bagian barat akan mengatkan "mobilnya" sedangkan masyarakat sulawesi utara akan mengatakan "dp mobil".
sekian dulu posting kali ini, lain waktu mudah2n bisa ditambah lagi contoh lainnya...
Selasa, 05 Oktober 2010
Hi Biker, anda bukan bupati apalagi gubernur...
Hi biker....anda bukan bupati apalagi gubernur.....dan kenyataannya kita sama-sama pengguna jalan yang tak perlu membentangkan kaki, membusungkan dada. Karena jalan ini bukan jalan nenek moyang kita...
Berulang lagi kekesalan saya ketika berpas-pasan dengan anak klub motor. Bukan saya tidak suka dengan keberadaan mereka. Masing-masing kita punya hak untuk mengekspresikan diri. Tapi yang perlu di ingat adalah jangan sampai mengabaikan hak orang lain.
Buat anak klub motor, bae-bae di jalan. Hormati pengguna jalan lain..
Bentor Opa bermasalah
Cerita ini adalah cerita tiga hari yang lalu. Ketika sepasang mata laki-laki berseragam cokelat melihat ke arahku. Entah apa, aku tak merasa salah. Dan saat mengeluarkan selembar uang untuk membayar bentor, kulihat dia turun dari atas motor. Ternyata sedari tadi mengikuti dari belakang.
Sambil melirik ke belakang, aku tetap berjalan menuju rumah. Dan benar saja dugaanku, dia menghampiri si opa pemilik bentor yang baru saja kunaiki. Dari kejauhan aku berusaha memahami alur situasi yang terjadi. Dengan lantang pak polisi meminta SIM.
Ah, rasa bersalah menggelayut di pikiranku. Kenapa tadi aku naik bentor bermasalah tersebut. Ini mungkin ketiga kalinya aku naik bentor tak layak jalan itu. Mesinnya meraung-raung, lari tak bisa. Dan parahnya aku tak tahu kalau bentor tersebut tak memiliki lampu sen. pantas saja pak polisi lalu lintas melihat ke arahku waktu menyebrang ke arah jalan Piere Tendean.
Dan sekarang pak polisi seperti urat-uratnya timbul. bagaimana tidak, si opa tidak kooperatif. Pura-pura tidak mengerti apa yang ditanyakan pak polisi, dan hampir saja kabur kalau pak polisi tidak segera mengambil kunci motornya.
Dan tak perlu banyak waktu, masyarakat sekitar pun berkumpul menonton. Segera saja pak polisi menjelaskan kepada masyarakat, bahwa bentor seperti ini dapat membahayakan keselamatan pengemudi dan penumpang. "Bukan pak polisi melarang membawa bentor", tegasnya.
Sebagian warga membantu pak polisi, mencoba berkomunikasi dengan bahasa Gorontalo. Tapi hasilnya, tetap saja dia pura-pura tak mengerti dan meminta kunci motornya dikembalikan. Akhirnya pak polisi meminta warga untuk memanggil keluarga opa. Selanjutnya aku tak tahu lagi nasib opa malang tersebut. Hari yang aneh bagiku, tapi satu yang aku suka. Ini tak ada kaitannya dengan uang. Salut buat polisi lalu lintas limboto.
Sabtu, 17 Juli 2010
Jagung bakar bumbu jantung pisang Tangga 2000
Ini kesekian kali kami singgah di Tangga 2000. Sekedar menikmati akhir pekan. Senja di tepi laut Teluk Tomoni. Tidak terlalu jauh jaraknya dari pusat Kota Gorontalo. Tepatnya di sebelah timur Kota Gorontalo.
Tidak menaiki bentor, si kendaraan khas gorontalo. kami menaiki motor bebek andalan keluarga untuk sampai di sana.
Ada pemandangan lain ketika kami sampai. Tidak ada lagi warung-warung berdinding papan yang di bangun di pinggir tempat tersebut. Pemerintah kota telah membongkarnya. Tapi masih tersisa beberapa penjaja jagung bakar dengan tenda terpal tidak permanen.
Seperti keluarga yang lain yang datang, kami pun memesan jagung bakar. Tidak banyak...hanya tiga. Lalu sambil menunggu jagung bakar kami pun
duduk santai menikmati pemadangan alam Teluk Tomini. Beberapa kapal singgah di pelabuhan gorontalo. Burung burung elang yang berputar-putar di atas laut mencari ikan. Beberapa orang terlihat asik memancing, walaupun sedari tadi aku tak melihat satu pun ikan tertangkap.
Ahh, akhirnya jagung bakar yang kami tunggu-tunggu di hidangkan di depan mata. Plus bumbu jantung pisang yang di iris-iris, diberi rica-cabai rawit khas sulawesi utara, rasanya jauh lebih pedas dari pada cabai rawit biasa. Kata si penjual, jantung pisang tersebut hanya di bumbui dengan bawang, kelapa mentah, vetsin plus daun kemangi yang bikin makyuss...tanpa terasa jangung bakar sudah ludes di santap anggota keluarga, dan matahari semakin memerah, kami pun pulang dengan membawa bungkusan bumbu jantung pisang yang bikin ketagihan.
Selasa, 06 Juli 2010
Menulis bagi saya
Menulis bagi saya
Menulis bagi saya adalah proses kreatif mengurai ide dan pengalaman menjadi kata-kata yang dapat dipahami pembaca. Tak perlu imajinasi, cukup memindahkan apa yang tertangkap panca indra ke dalam tulisan.
Perkara mudah bagi sebagian orang. Ibarat naik sepeda, kalau sudah lancar akan mengalir begitu saja. sedangkan bagi sebagian yang lain adalah perkara sulit, bahkan momok menakutkan.
Sayangnya bagi saya merupakan perkara sulit. Seperti yang pernah saya utarakan, sulit untuk memulainya. Dan mulailah saya membuka pintu kesulitan itu dengan menulis beberapa kata, lalu menjadi kalimat. Bagai air yang mengalir, sekali menulis, ide-ide akan datang ke waiting list kepala anda, meskipun tulisan itu sebuah ke-akuan yang sangat subjektif.
Tak ingin melewatkan ide yang mampir di kepala
Rasanya saya tak ingin melewatkan begitu saja ide yang mampir di kepala. Apalagi saya baru memulai menulis. Tak punya notebook atau laptop pribadi yang selalu ready ketika ide itu datang, tak cukup mengurungkan niat saya untuk memulai menulis. Jika buku catatan dirasa sudah cukup jadul, draft handphone yang ada di kantong selalu siap untuk menyimpan memori otak. Menulis, setiap ide yang muncul. Dan saya tak terburu-buru menjadikannya sebuah tulisan yang utuh dalam blog...saya akan menunggu ide-ide penyertanya muncul.
Antara membaca dan menulis
hal lain yang mengganggu keinginan saya untuk menulis adalah rendahnya gaya bahasa dan pengetahuan tentang struktur kalimat yang benar. Selalu takut tulisan tak menarik atau bahkan takut kritik.
Jarang sekali saya memperhatikan gaya bahasa, atau susunan kalimat ketika membaca artikel bagus di web bergengsi. Terpaku oleh isi berita. Tidak mengambil pelajaran dari indahnya struktur tulisan sang wartawan.
Dan mulailah saya berpesiar dari blog yang satu ke blog yang lain. Baik yang susunannya bak diary maupun yang bergaya wartawan kawakan, menambah pembendaharaan kata. Mengintip bilik pengalaman demi pengalaman. Alhasil, sedikit referensi dari beberapa blog, turut andil dalam memotivasi saya belajar menulis.
Menulis bagi saya adalah proses kreatif mengurai ide dan pengalaman menjadi kata-kata yang dapat dipahami pembaca. Tak perlu imajinasi, cukup memindahkan apa yang tertangkap panca indra ke dalam tulisan.
Perkara mudah bagi sebagian orang. Ibarat naik sepeda, kalau sudah lancar akan mengalir begitu saja. sedangkan bagi sebagian yang lain adalah perkara sulit, bahkan momok menakutkan.
Sayangnya bagi saya merupakan perkara sulit. Seperti yang pernah saya utarakan, sulit untuk memulainya. Dan mulailah saya membuka pintu kesulitan itu dengan menulis beberapa kata, lalu menjadi kalimat. Bagai air yang mengalir, sekali menulis, ide-ide akan datang ke waiting list kepala anda, meskipun tulisan itu sebuah ke-akuan yang sangat subjektif.
Tak ingin melewatkan ide yang mampir di kepala
Rasanya saya tak ingin melewatkan begitu saja ide yang mampir di kepala. Apalagi saya baru memulai menulis. Tak punya notebook atau laptop pribadi yang selalu ready ketika ide itu datang, tak cukup mengurungkan niat saya untuk memulai menulis. Jika buku catatan dirasa sudah cukup jadul, draft handphone yang ada di kantong selalu siap untuk menyimpan memori otak. Menulis, setiap ide yang muncul. Dan saya tak terburu-buru menjadikannya sebuah tulisan yang utuh dalam blog...saya akan menunggu ide-ide penyertanya muncul.
Antara membaca dan menulis
hal lain yang mengganggu keinginan saya untuk menulis adalah rendahnya gaya bahasa dan pengetahuan tentang struktur kalimat yang benar. Selalu takut tulisan tak menarik atau bahkan takut kritik.
Jarang sekali saya memperhatikan gaya bahasa, atau susunan kalimat ketika membaca artikel bagus di web bergengsi. Terpaku oleh isi berita. Tidak mengambil pelajaran dari indahnya struktur tulisan sang wartawan.
Dan mulailah saya berpesiar dari blog yang satu ke blog yang lain. Baik yang susunannya bak diary maupun yang bergaya wartawan kawakan, menambah pembendaharaan kata. Mengintip bilik pengalaman demi pengalaman. Alhasil, sedikit referensi dari beberapa blog, turut andil dalam memotivasi saya belajar menulis.
Senin, 05 Juli 2010
Antara Nonton Bareng Piala Dunia dan Pilkada
Piala dunia 2010 yang digelar di Afrika Selatan merupakan ajang paling bergengsi di dunia persepakbolaan. Sebanyak 32 kesebelasan dari 32 negara di lima benua bakal tampil mengadu kemampuan dan peruntungan di lapangan hijau di negara yang acap kali disebut sebagai benua hitam.
Di antara negara-negara yang bertanding, Indonesia tidak ambil bagian dalam perhelatan akbar ini. Namun demikian, antusiasme masyarakat Indonesia terhadap ajang piala dunia tak kalah heboh dibandingkan dengan pendukung dari negara-negara yang bertanding. Salah satu bukti adalah ramainya tempat-tempat nonton bareng piala dunia yang digelar di Indonesia.
Tak ubahnya yang terjadi di kota-kota lain di Indonesia, semangat nonton berang sepakbola menyentil sudut-sudut Kabupaten Gorontalo. Tempat-tempat nonton piala dunia tak pernah sepi. Bahkan hujan gerimis sekalipun. Motor-motor berderet di pinggir-pinggir jalan yang terdapat ajang nonton bareng. Sesekali terdengar teriakan riuh penonton ketika si kulit bundar masuk gawang.
Bertepatan dengan waktu diselenggarakannya piala dunia, di Kabupaten Gorontalo diadakan pula kampanye pada pemilihan kepala daerah, bupati dan wakil bupati. Baliho, spanduk, bendera tak ketinggalan menyemarakkan sesuatu yang dikatakan pesta demokrasi ini. Teriakan-teriakan kampanye, panggung-panggung hiburan, aksi para simpatisan layaknya para penonton bola yang berteriak-teriak.
Berbicara tentang piala dunia dan pilkada, saya tidak akan membahas piala dunia dan pilkada secara mendatail. Tidak tertarik dengan siapa yang bakal menang. Apalagi tertarik menonton si bulat yang jadi ajang rebutan. Juga tidak ambil bagian dalam kampanye ataupun acara coblos-mencoblos.
Tetapi mau tidak mau mata saya menangkap sesuatu yang unik pada kedua ajang tersebut. Yaitu hubungan langsung antara nonton bareng piala dunia dan pilkada di Kabupaten Gorontalo. Ini bukan soal pasangan calon bupati dan wakil bupati yang memajang jadwal piala dunia pada baliho kampanye. Bukan pula soal calon pasangan yang ikut ajang nonton bareng.
Bicara soal baliho, ada sesuatu yang lebih unik dari Jadwal piala dunia yang dijadikan alat kampanye. Apakah itu?, jawabannya adalah baliho-baliho kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati yang ubah fungsi menjadi layar nonton bareng dengan menggunakan proyektor pada malam hari. Sungguh ini adalah simbiosis mutualisme antara nonton bareng piala dunia dengan pilkada di Kabupaten Gorontalo. Bagaimana di daerah anda?.
Di antara negara-negara yang bertanding, Indonesia tidak ambil bagian dalam perhelatan akbar ini. Namun demikian, antusiasme masyarakat Indonesia terhadap ajang piala dunia tak kalah heboh dibandingkan dengan pendukung dari negara-negara yang bertanding. Salah satu bukti adalah ramainya tempat-tempat nonton bareng piala dunia yang digelar di Indonesia.
Tak ubahnya yang terjadi di kota-kota lain di Indonesia, semangat nonton berang sepakbola menyentil sudut-sudut Kabupaten Gorontalo. Tempat-tempat nonton piala dunia tak pernah sepi. Bahkan hujan gerimis sekalipun. Motor-motor berderet di pinggir-pinggir jalan yang terdapat ajang nonton bareng. Sesekali terdengar teriakan riuh penonton ketika si kulit bundar masuk gawang.
Bertepatan dengan waktu diselenggarakannya piala dunia, di Kabupaten Gorontalo diadakan pula kampanye pada pemilihan kepala daerah, bupati dan wakil bupati. Baliho, spanduk, bendera tak ketinggalan menyemarakkan sesuatu yang dikatakan pesta demokrasi ini. Teriakan-teriakan kampanye, panggung-panggung hiburan, aksi para simpatisan layaknya para penonton bola yang berteriak-teriak.
Berbicara tentang piala dunia dan pilkada, saya tidak akan membahas piala dunia dan pilkada secara mendatail. Tidak tertarik dengan siapa yang bakal menang. Apalagi tertarik menonton si bulat yang jadi ajang rebutan. Juga tidak ambil bagian dalam kampanye ataupun acara coblos-mencoblos.
Tetapi mau tidak mau mata saya menangkap sesuatu yang unik pada kedua ajang tersebut. Yaitu hubungan langsung antara nonton bareng piala dunia dan pilkada di Kabupaten Gorontalo. Ini bukan soal pasangan calon bupati dan wakil bupati yang memajang jadwal piala dunia pada baliho kampanye. Bukan pula soal calon pasangan yang ikut ajang nonton bareng.
Bicara soal baliho, ada sesuatu yang lebih unik dari Jadwal piala dunia yang dijadikan alat kampanye. Apakah itu?, jawabannya adalah baliho-baliho kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati yang ubah fungsi menjadi layar nonton bareng dengan menggunakan proyektor pada malam hari. Sungguh ini adalah simbiosis mutualisme antara nonton bareng piala dunia dengan pilkada di Kabupaten Gorontalo. Bagaimana di daerah anda?.
Secangkir Kopi

Secangkir kopi, itulah nama blog saya. Banyak hal yang melatarbelakangi saya memilih nama tersebut. Salah satunya, saya berpikir secangkir kopi dapat menemani ketika menuangkan apa yang di dalam pikiran, pun tulisan tersebut hanya sesuatu yang tidak formal, layaknya secangkir kopi.
Sebagai seorang pemula dalam menulis blog, saya tidak tahu bagaimana nantinya gaya tulisan saya. Apakah bergaya seperti penulis profesional, ataukah bergaya buku harian, atau bahkan bisa jadi seperti catatan belanja. Bagi saya tidak masalah, biarlah semua mengalir dan berproses.
Tak sekedar latah, menulis di blog bagi saya adalah sebuah ekspresi diri. Di dunia ini, mata kita telanjang bulat menangkap gambaran-gambaran kehidupan. Begitupun dengan telinga yang menyaring pengalaman-pengalaman dari berbagai sudut hidup. Manusia bisa mengekspresikan hal tersebut lewat bercerita, secara langsung maupun lewat tulisan. Bisa jadi, ketika bercerita secara langsung sudah dapat membuat bosan, tulisan pun lebih dapat menjadi teman setia, tempat mengungkapkan apa yang bersarang dalam pikiran.
Bagi saya, mengurai benang kusut ide-ide menjadi sebuah tulisan adalah perkara yang teramat sulit, terutama sulit untuk dimulai. Lewat blog ini saya berharap setiap jengkal pengalaman menjadi album beharga tak habis dimakan waktu.
Langganan:
Postingan (Atom)