Sabtu, 17 Juli 2010

Jagung bakar bumbu jantung pisang Tangga 2000


Ini kesekian kali kami singgah di Tangga 2000. Sekedar menikmati akhir pekan. Senja di tepi laut Teluk Tomoni. Tidak terlalu jauh jaraknya dari pusat Kota Gorontalo. Tepatnya di sebelah timur Kota Gorontalo.

Tidak menaiki bentor, si kendaraan khas gorontalo. kami menaiki motor bebek andalan keluarga untuk sampai di sana.

Ada pemandangan lain ketika kami sampai. Tidak ada lagi warung-warung berdinding papan yang di bangun di pinggir tempat tersebut. Pemerintah kota telah membongkarnya. Tapi masih tersisa beberapa penjaja jagung bakar dengan tenda terpal tidak permanen.

Seperti keluarga yang lain yang datang, kami pun memesan jagung bakar. Tidak banyak...hanya tiga. Lalu sambil menunggu jagung bakar kami pun
duduk santai menikmati pemadangan alam Teluk Tomini. Beberapa kapal singgah di pelabuhan gorontalo. Burung burung elang yang berputar-putar di atas laut mencari ikan. Beberapa orang terlihat asik memancing, walaupun sedari tadi aku tak melihat satu pun ikan tertangkap.

Ahh, akhirnya jagung bakar yang kami tunggu-tunggu di hidangkan di depan mata. Plus bumbu jantung pisang yang di iris-iris, diberi rica-cabai rawit khas sulawesi utara, rasanya jauh lebih pedas dari pada cabai rawit biasa. Kata si penjual, jantung pisang tersebut hanya di bumbui dengan bawang, kelapa mentah, vetsin plus daun kemangi yang bikin makyuss...tanpa terasa jangung bakar sudah ludes di santap anggota keluarga, dan matahari semakin memerah, kami pun pulang dengan membawa bungkusan bumbu jantung pisang yang bikin ketagihan.

Selasa, 06 Juli 2010

Menulis bagi saya

Menulis bagi saya
Menulis bagi saya adalah proses kreatif mengurai ide dan pengalaman menjadi kata-kata yang dapat dipahami pembaca. Tak perlu imajinasi, cukup memindahkan apa yang tertangkap panca indra ke dalam tulisan.

Perkara mudah bagi sebagian orang. Ibarat naik sepeda, kalau sudah lancar akan mengalir begitu saja. sedangkan bagi sebagian yang lain adalah perkara sulit, bahkan momok menakutkan.

Sayangnya bagi saya merupakan perkara sulit. Seperti yang pernah saya utarakan, sulit untuk memulainya. Dan mulailah saya membuka pintu kesulitan itu dengan menulis beberapa kata, lalu menjadi kalimat. Bagai air yang mengalir, sekali menulis, ide-ide akan datang ke waiting list kepala anda, meskipun tulisan itu sebuah ke-akuan yang sangat subjektif.

Tak ingin melewatkan ide yang mampir di kepala
Rasanya saya tak ingin melewatkan begitu saja ide yang mampir di kepala. Apalagi saya baru memulai menulis. Tak punya notebook atau laptop pribadi yang selalu ready ketika ide itu datang, tak cukup mengurungkan niat saya untuk memulai menulis. Jika buku catatan dirasa sudah cukup jadul, draft handphone yang ada di kantong selalu siap untuk menyimpan memori otak. Menulis, setiap ide yang muncul. Dan saya tak terburu-buru menjadikannya sebuah tulisan yang utuh dalam blog...saya akan menunggu ide-ide penyertanya muncul.

Antara membaca dan menulis
hal lain yang mengganggu keinginan saya untuk menulis adalah rendahnya gaya bahasa dan pengetahuan tentang struktur kalimat yang benar. Selalu takut tulisan tak menarik atau bahkan takut kritik.

Jarang sekali saya memperhatikan gaya bahasa, atau susunan kalimat ketika membaca artikel bagus di web bergengsi. Terpaku oleh isi berita. Tidak mengambil pelajaran dari indahnya struktur tulisan sang wartawan.

Dan mulailah saya berpesiar dari blog yang satu ke blog yang lain. Baik yang susunannya bak diary maupun yang bergaya wartawan kawakan, menambah pembendaharaan kata. Mengintip bilik pengalaman demi pengalaman. Alhasil, sedikit referensi dari beberapa blog, turut andil dalam memotivasi saya belajar menulis.

Senin, 05 Juli 2010

Antara Nonton Bareng Piala Dunia dan Pilkada

Piala dunia 2010 yang digelar di Afrika Selatan merupakan ajang paling bergengsi di dunia persepakbolaan. Sebanyak 32 kesebelasan dari 32 negara di lima benua bakal tampil mengadu kemampuan dan peruntungan di lapangan hijau di negara yang acap kali disebut sebagai benua hitam.

Di antara negara-negara yang bertanding, Indonesia tidak ambil bagian dalam perhelatan akbar ini. Namun demikian, antusiasme masyarakat Indonesia terhadap ajang piala dunia tak kalah heboh dibandingkan dengan pendukung dari negara-negara yang bertanding. Salah satu bukti adalah ramainya tempat-tempat nonton bareng piala dunia yang digelar di Indonesia.

Tak ubahnya yang terjadi di kota-kota lain di Indonesia, semangat nonton berang sepakbola menyentil sudut-sudut Kabupaten Gorontalo. Tempat-tempat nonton piala dunia tak pernah sepi. Bahkan hujan gerimis sekalipun. Motor-motor berderet di pinggir-pinggir jalan yang terdapat ajang nonton bareng. Sesekali terdengar teriakan riuh penonton ketika si kulit bundar masuk gawang.

Bertepatan dengan waktu diselenggarakannya piala dunia, di Kabupaten Gorontalo diadakan pula kampanye pada pemilihan kepala daerah, bupati dan wakil bupati. Baliho, spanduk, bendera tak ketinggalan menyemarakkan sesuatu yang dikatakan pesta demokrasi ini. Teriakan-teriakan kampanye, panggung-panggung hiburan, aksi para simpatisan layaknya para penonton bola yang berteriak-teriak.

Berbicara tentang piala dunia dan pilkada, saya tidak akan membahas piala dunia dan pilkada secara mendatail. Tidak tertarik dengan siapa yang bakal menang. Apalagi tertarik menonton si bulat yang jadi ajang rebutan. Juga tidak ambil bagian dalam kampanye ataupun acara coblos-mencoblos.

Tetapi mau tidak mau mata saya menangkap sesuatu yang unik pada kedua ajang tersebut. Yaitu hubungan langsung antara nonton bareng piala dunia dan pilkada di Kabupaten Gorontalo. Ini bukan soal pasangan calon bupati dan wakil bupati yang memajang jadwal piala dunia pada baliho kampanye. Bukan pula soal calon pasangan yang ikut ajang nonton bareng.

Bicara soal baliho, ada sesuatu yang lebih unik dari Jadwal piala dunia yang dijadikan alat kampanye. Apakah itu?, jawabannya adalah baliho-baliho kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati yang ubah fungsi menjadi layar nonton bareng dengan menggunakan proyektor pada malam hari. Sungguh ini adalah simbiosis mutualisme antara nonton bareng piala dunia dengan pilkada di Kabupaten Gorontalo. Bagaimana di daerah anda?.

Secangkir Kopi


Secangkir kopi, itulah nama blog saya. Banyak hal yang melatarbelakangi saya memilih nama tersebut. Salah satunya, saya berpikir secangkir kopi dapat menemani ketika menuangkan apa yang di dalam pikiran, pun tulisan tersebut hanya sesuatu yang tidak formal, layaknya secangkir kopi.

Sebagai seorang pemula dalam menulis blog, saya tidak tahu bagaimana nantinya gaya tulisan saya. Apakah bergaya seperti penulis profesional, ataukah bergaya buku harian, atau bahkan bisa jadi seperti catatan belanja. Bagi saya tidak masalah, biarlah semua mengalir dan berproses.

Tak sekedar latah, menulis di blog bagi saya adalah sebuah ekspresi diri. Di dunia ini, mata kita telanjang bulat menangkap gambaran-gambaran kehidupan. Begitupun dengan telinga yang menyaring pengalaman-pengalaman dari berbagai sudut hidup. Manusia bisa mengekspresikan hal tersebut lewat bercerita, secara langsung maupun lewat tulisan. Bisa jadi, ketika bercerita secara langsung sudah dapat membuat bosan, tulisan pun lebih dapat menjadi teman setia, tempat mengungkapkan apa yang bersarang dalam pikiran.

Bagi saya, mengurai benang kusut ide-ide menjadi sebuah tulisan adalah perkara yang teramat sulit, terutama sulit untuk dimulai. Lewat blog ini saya berharap setiap jengkal pengalaman menjadi album beharga tak habis dimakan waktu.